Keputusan Uni Eropa mengaktifkan kebijakan larangan impor kayu haram (European Union Timber Regulation) dinilai tepat. Kebijakan yang diterbitkan 3 Maret 2013 itu dianggap dapat mengerem laju kerugian ekonomi akibat perdagangan kayu ilegal.
Badan Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP) menilai kerugian akibat kayu ilegal di dunia ditaksir mencapai Rp 300 triliun. Peredaran kayu haram juga mengancam kehidupan masyarakat di sekitar hutan, mengganggu kelestarian hutan alam, keragaman hayati, dan ekosistem penting yang ada di dalamnya.
WWF-Indonesia, melalui program Global Forest and Trade Network, mendorong pengelolaan hutan lestari dan pembelian kayu yang ramah lingkungan. WWF bekerja sama dengan pelaku usaha melalui upaya pendampingan dan edukasi. Kini program tersebut telah memiliki 38 anggota dengan cakupan area hutan hampir 2 juta hektare di Indonesia.
"Semestinya akan semakin banyak perusahaan kehutanan yang menerapkan tata kelola kayu dengan benar sehingga program ini akan semakin relevan," ujar Nazir.
Nazir melihat kebijakan Uni Eropa melarang impor kayu ilegal baru sebatas pemenuhan legalitas produk. Kebijakan itu belum melihat apakah produk kayu dihasilkan dengan cara yang lestari atau tidak.
Ia mencontohkan identifikasi dan pengelolaan hutan bernilai konservasi tinggi yang bukan merupakan obyek yang dilindungi kebijakan Uni Eropa. "Walaupun kebijakan ini langkah positif, masing-masing pelaku usaha diharapkan dapat tetap menerapkan green procurement policy," ujarnya.
Kebijakan larangan impor kayu ilegal mengikat 27 negara anggota Uni Eropa. Kebijakan ini mengharuskan para importir kayu di Eropa untuk memastikan bahwa kayu yang mereka impor ke wilayah Uni Eropa berasal dari sumber-sumber yang legal.
Perusahaan pengimpor juga diwajibkan memiliki sistem yang mumpuni guna melacak asal muasal semua produk kayu, termasuk pulp dan kertas, serta menganalisis legalitas produksi tersebut sesuai peraturan dari negara asalnya.
Penegak hukum di negara Uni Eropa dapat menyita kayu haram yang masuk dan menjatuhkan hukuman bagi importir dan pedagang yang melanggar.
©[WWF - FHI/Tempo]
0 komentar:
Post a Comment