Aparat kepolisian bersenjata laras panjang mengawal pihak PT. MMP saat melakukan pengukuran lahan di Pulau Bangka, Rabu (25/9). Foto: JW/Yuris Triawan |
AIRMADIDI -- Kapolsek Likupang Timur beserta enam anggotanya mendatangi desa Kahuku dan menemui sejumlah tokoh masyarakat, Jumat malam (27/9) sekitar pukul 21.00 Wita. Tujuan kedatangan Kapolsek tersebut mendesak agar alat bor PT. Mikgro Metal Perdana (MMP) yang ditolak warga, supaya di izinkan untuk diturunkan.
Namun usaha dari Kapolsek tersebut menemui jalan buntu, pasalnya warga yang menolak tetap bersikukuh untuk tidak mengizinkan alat bor tersebut diturunkan.
Kapolsek berjanji bahwa hari ini, Sabtu (28/9), akan menemui Kapolda Sulut, dan jika ada ijin dari Kapolda Sulut, maka mau tidak mau, masyarakat harus mengizinkan alat bor tersebut untuk masuk.
Sementara itu, mengenai kabar Kapolsek Likupang Timur akan menemui Kapolda untuk meminta izin. Kabid Humas Polda Sulut AKBP Denny D Adare, yang dikonfirmasi penulis menyatakan belum ada informasi. "Belum ada info" tulis Adare dalam pesan singkatnya (08124451XXX).
Hutan Bakau di Desa Kahuku Pulau Bangka. Foto: Yuris Triawan |
Ketua KMPA Tunas Hijau Maria Taramen, menyatakan "Inilah bencana awal kemanusiaan di pulau bangka. Usir PT MMP dari pulau Bangka. Aparat harus di pihak warga pulau Bangka, bukan di pihak PT MMP!" di laman group facebook Save Bangka Island.
Senada dengan Maria, Ketua Dewan Daerah WALHI Sulut Edo Rakhman melalui surat elektronik kepada penulis menyatakan Walhi Sulut sangat menyayangkan tindakan yang dilakukan oleh Kapolsek Likupang beserta 6 orang anggotanya yang mendatangi warga desa kahuku untuk memaksa masyarakat agar mengijinkan alat-alat perusahaan PT.MMP masuk ke Pulau Bangka.
Warga bersama para aktivis lingkungan berjaga-jaga untuk menghadang masuknya pihak PT MMP ke pulau Bangka. Foto: Yuris Triawan |
"Menurut kami itu adalah bentuk intimidasi terhadap warga, seharusnya pihak kepolisian melindungi dan mengayomi warga yang sedang berjuang mempertahankan hak-hak mereka, bukan malah memaksakan kehendak untuk membela kepentingan perusahaan." ungkap Edo dalam surat elektroniknya.
Menurut Edo, mereka (Walhi Sulut .red) sangat yakin bahwa warga tetap akan merapatkan barisan untuk menghalau alat-alat perusahaan untuk masuk ke Pulau Bangka. Dengan bekal pemahaman yang mereka berikan, dengan semangat membela hak-hak rakyat yang mereka tanamkan ke kehidupan mereka, tentu itu bisa memperkuat warga dan akan tetap memperjuangkan dan mempertahankan hak-hak mereka.
"Kami juga sudah melakukan kajian atas dokumen Amdal yang baru saja dimiliki oleh perusahaan. Banyak kekurangan dokumen Amdal tersebut jika kita mengacu pada UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai contoh, dokumen itu tidak memuat soal data dan informasi perusahaan (profil), kemudian para penyusun Amdal tidak jelas kompotensinya terkait sertifikasi keahlian mereka, ada surat pernyataan yang belum ditanda-tangani dan juga ada indikasi penipuan dalam surat pernyataan tersebut. Apalagi soal pelibatan masyarakat yang tidak ada sama skali dan responden yang ambil itu sangat-sangat sedikit dan masih banyak kekurangan dokumen tersebut sehingga terkesan dipaksakan selesai dokumen tersebut." jelas Edo.
Yuris Triawan
0 komentar:
Post a Comment