Penangkapan hiu untuk diambil siripnya, menjadi salah satu penyebab musnahnya populasi hiu di dunia. Foto: Rikke Johannessen |
Populasi hiu dunia setidaknya musnah sekitar 100 juta ekor setiap tahun, menurut sebuah studi yang dimuat dalam jurnal Marine Policy pekan ini. “Hiu adalah salah satu spesies yang sudah ada sejak sekitar 400 juta tahun silam dan merupakan salah satu jenis vertebrata (mahluk bertulang belakang) tertua yang ada di planet ini. Namun, musnahnya spesies predator yang semakin parah saat ini menjadi perhatian dunia,” ungkap penulis utama laporan ini, Boris Worm, seorang profesor biologi di Dalhousie.
Dalam sebuah terbitan berjudul ‘Global Catches, Exploitation Rates and Rebuilding Options for Sharks‘ Worm dan tiga peneliti lain dari Dalhousie University berkolaborasi dengan sejumlah pakar dari University of Windsor, Kanada, Stony Brook University New York, Florida International University di Miami da University of Miani, melakukan perhitungan kematian hiu dan mencari pemecahan untuk melindungi spesies hiu di dunia.
“Hal ini sangat penting, karena musnahnya hiu di dunia akan mempengaruhi ekosistem yang lebih luas,” ungkap Mike Heithaus, Direktur eksekutif Fakultas Lingkungan, Seni dan Kemasyarakatan dari Flrida International University. “Misalnya dalam kasus tiger shark (hiu macan), jika kita tidak memiliki jumlah predator ini dalam jumlah yang cukup, hal ini akan mengubah ekosistem, dan mempengaruhi ke semua spesies dan vegetasi yang ada di laut.” Hal ini tak hanya merugikan bagi spesies lainnya namun juga memberikan pengaruh signifikan pada sektor perikanan komersial.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian ini, angka kematian hiu diperkirakan sekitar 100 juta ekor di tahun 2000 dan 97 juta ekor di tahun 2010. Kemungkinan rentang kematian hiu setiap tahun adalah antara 63 juta hingga 273 juta per tahun.
Faktor pendorong utama menyusutnya populasi hiu adalah pengambilan hiu secara global, terutama untuk diambil siripnya, selain itu lambannya pertumbuhan hiu dan tingkat reproduksi yang rendah juga memberikan pengaruh signifikan. Apalagi angka yang sahih terkait penangkapan hiu di dunia nyaris tak terdata, rentang yang besar angka kematian hiu hanya didasarkan atas data yang ada dan mengalkulasi proyeksi data yang tidak dilaporkan, dan terkait penangkapan secara ilegal. Namun kendati tak ada data yang pasti, pertanyaan terbesarnya adalah mengapa penangkapan hiu selau jauh lebih cepat dibanding kemampuan reproduksi mereka.
“Hiu itu mirip dengan kasus paus, dan manusia, mereka lambat mencapai kematangan dalam fase hidup mereka dan hanya sedikit memiliki keturunan,” ungkap Boris Worm. “Hasil analisis kami menunjukkan bahwa satu dari 15 hiu mati akibat penangkapan setiap tahunnya. Apalagi ditambah dengan semakin tingginya permintaan terhadap sirip mereka, kehidupan ikan hiu kini menjadi semakin rentan.”
Kendati beberapa jenis hiu sudah dilindungi oleh regulasi dan huku nasional serta internasional, namun para peneliti ini menyarankan agar aturan hukum diberlakukan bagi spesies hiu yang lebih banyak lagi. Memberlakukan pajak dalam impor dan ekspor sirip hitu juga dinilai bisa menekan permintaan dan menambah devisa dari pengelolaan perdagangan sirip hiu yang baik, menurut studi ini.
“Hasil temuan dalam penelitian kami memang menjadi peringatan, namun masih ada harapan untuk memperbaikinya. Sejumlah peraturan hukum yang ada saat ini adalah awal yang baik, namun kita harus memastikan bahwa hal itu ditegakkan dengan baik dan benar,” tambah Samuel Gruber dari University of Miami. “Selain itu, seharusnya lebih banyak negara yang melakukan praktek pengelolaan hiu yang berkelanjutan. Hal ini dengan membatasi penangkapan, regulasi perdagangan dan hal-hal yang proaktif lainnya untuk melindungi spesies yang semakin rentan ini.”
“Inti utama dari penelitian ini adalah keberlanjutan. Karena dengan melihat pentingnya peran ikan hiu dala menjaga keseimbangan ekosistem, para peneliti menakankan bahwa perlindungan yang terukur harus ditingkatkan dengan signifikan untuk menghindari kemungkinan punahnya salah satu spesies predator yang penting ini di dunia.
Data yang disampaikan dalam penelitian ini dinilai hadir di saat yang tepat disaat 177 perwakilan pemerintahan dari seluruh dunia akan berkumpul di Bangkok, Thailand dalam Konferensi CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora). CITES hingga saat ini masih dinilai sebagai salah satu perangkat yang terbaik untuk melindungi satwa-satwa liar dan langka dari kepunahan.
Boris Worm, Brendal Davis, Lisa Kettemer, Christine A. Ward-Paige, Demian Chapman, Michael R. Heithaus, Steven T. Kessel, Samuel H. Gruber. Global catches, exploitation rates, and rebuilding options for sharks. Marine Policy, 2013; 40: 194 DOI: 10.1016/j.marpol.2012.12.034
Sumber : Mongabay Indonesia (03/03/2013)
0 komentar:
Post a Comment