Tahun 2012 kawasan di Kabupaten Kubu Raya ini masih hutan. Kini, sebagian hutan di lahan gambut ini sudah bersih dan siap diolah menjadi kebun sawit. Berharap, moratorium bisa memantau dan menyelamatkan agar hutan-hutan ini terlindungi. Foto: Sapariah Saturi
Tujuh hari sebelum masa berakhir, akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memperpanjang Instruksi Presiden (Inpres) Moratorium hutan dan lahan. Melalui Inpres Nomor 6 Tahun 2013 yang ditandatangani 13 Mei, Presiden melanjutkan penundaan pemberian izin baru hutan alam dan lahan gambut di hutan konservasi, lindung dan produksi selama dua tahun ke depan.
Inpres ditujukan kepada Menteri Kehutanan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Kepala Uni Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Lalu, Ketua Badan Koordinasi Penataan Ruang nasional, Kepala Badan Informasi Geospasial, Ketua Satgas Persiapan Pembentukan Kelembagaan Redd+, serta para gubernur, bupati maupun walikota.
Dalam Inpres itu, dikutip dari www.setkab.go.id, Presiden menyebutkan, agar penundaan pemberian izin baru dilakukan di area penggunaan lain (APL) sesuai peta indikatif penundaan izin baru (PIPIB). Disebutkan, penundaan pemberian izin baru berlaku bagi penggunaan kawasan hutan alam primer dan lahan gambut.
Pengecualian tetap ada dalam Inpres itu, yakni bagi permohonan yang mendapat persetujuan prinsip dari Menteri Kehutanan, dan pelaksanaan pembangunan bersifat vital seperti geothermal, minyak dan gas bumi, ketenagalistrikan, lahan untuk padi dan tebu. Termasuk juga perpanjang izin pemanfaatan hutan atau penggunaan kawasan hutan sudah ada sepanjang izin usaha masih berlaku serta restorasi ekosistem.
Kepada Menteri Kehutanan (Menhut), Presiden memerintahkan, selain penundaan penerbitan izin baru, juga melanjutkan penyempurnaan kebijakan tata kelola bagi izin pinjam pakai, dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam.
Menhut juga diminta, melanjutkan peningkatan efektivitas pengelolaan hutan kritis dengan memperhatikan kebijakan tata kelola hutan dan lahan gambut yang baik. Antara lain, lewat restorasi ekosistem, revisi PIPIB setiap enam bulan. Juga, menetapkan PIPIB hutan primer dan lahan gambut pada kawasan hutan yang telah direvisi.
Tambang membabati hutan di Teluk Tomori, Morowali, Sulawesi Tengah, sampai mencemari laut. Berharap Inpres Moratorium mampu menjamah pihak-pihak ini agar tak bisa merusak hutan dan seenaknya meninggalkan begitu saja. Foto: Jatam Sulteng
Untuk Menteri Lingkungan Hidup, Presiden menginstruksikan upaya pengurangan emisi dari hutan dan lahan gambut melalui perbaikan tata kelola pada kegiatan usaha ditetapkan di PIPIB melalui izin lingkungan.
Mendagri diminta melakukan pembinaan dan pengawasan gubernur, bupati dan walikota terkait pelaksanaan Inpres Moratorium ini. Kepada Kepala BPN, diminta melanjutkan penundaan penerbitan hak-hak atas tanah, antara lain hak guna usaha, hak pakai pada APL berdasarkan PIPIB.
Untuk Kepala Badan Informasi Geospasial, mendfapat mandat memperbarui peta tutupan hutan dan lahan gambur sesuai PIPIB pada kawasan hutan dan APL setiap enam bulan sekali. BIG diminta bekerja sama dengan Menhut, Kepala BPN, dan Ketua Satgas REDD+.
Dalam Inpres ini, Presiden meminta para kepala daerah menunda penerbitan rekomendasi dan izin lokasi baru pada kawasan hutan dan lahan gambut serta APL berdasarkan PIPIB.
Menhut pun diminta melaporkan pelaksanaan Inpres ini setiap enam bulan atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Sedang kepada Kepala UKP4 atau Ketua Satgas REDD+ atau Ketua lembaga tugas khusus REDD+, diperintahkan memantau pelaksanaan Inpres ini, dan melaporkan hasil kepada Presiden.
Sebelumnya, desakan perpanjangan Inpres sebelum masa berakhir datang dari berbagai pihak. Salah satu dari Koalisi masyarakat sipil mendesak Presiden segera melanjutkan moratorium berbasis capaian langsung setelah periode pertama berakhir, tanpa ada jeda waktu.
Koalisi menyatakan, meskipun capaian periode pertama masih jauh dari harapan, tetapi moratorium harus dilanjutkan. Jika tidak, keamburadulan tata kelola hutan akan makin parah, antara lain sistem perizinan belum dibenahi dan konflik belum diselesaikan.
Moratorium periode lalu, baru sebatas penundaan izin-izin, belum ada indikator capaian. Problem sektor kehutanan pun masih menumpuk, dari kasus perizinan, konflik agraria sampai kawasan-kawasan yang secara ekosistem penting tetapi belum diselamatkan, seperti gambut dan lain-lain.
Sumber : Mongabay
0 komentar:
Post a Comment