Satu pekan sejak menerbitkan laporan perkembangan Kebijakan Konservasi Hutan (Forest Conservation Policy) mereka, produsen kertas terbesar ketiga di dunia, Asia Pulp and Paper (APP) kembali tersandung masalah. Pada 7 Mei 2013 silam, TFT mempublikasikan laporan kemajuan keduanya terhadap pelaksanaan kebijakan APP hingga pertengahan April 2013, yang memberikan kesan umum bahwa pelaksanaan kebijakan dan engagement pemangku kepentingan berjalan sukses.
Sebelas kelompok masyarakat sipil Indonesia yang berpartisipasi di dalam berbagai ‘diskusi kelompok terfokus (FGD)” diadakan oleh SMG/APP/TFT, secara jelas tidak setuju dan menyatakan banyaknya kelemahan belum diatasi di kebijakan, dan pelaksanaannya serta pemantauan di dalam satu surat terbuka kepada perusahaan tanggal 24 April 2013.
Dalam laporan terakhir tersebut, APP juga menyatakan telah menindaklanjuti semua aduan yang terkait pelanggaran komitmen yang dilakukan oleh penyuplai mereka di lapangan. Termasuk menghentikan kerjasama dengan salah satu perusahaan penyuplai mereka bernama Chipdeco karena menebang hutan alami di wilayah konsesi mereka.
Sebaliknya, APP justru menilai laporan yang dikirimkan oleh Relawan Pemantau Hutan Kalimantan terakit perusakan hutan di Kalimantan Barat, justru tidak tepat karena dinilai berada diluar wilayah konsesi milik APP.
Namun dari pantauan di lapangan para aktivis lingkungan dari Eyes on the Forest terhadap konsesi Asia Pulp and Paper di Kerumutan, Riau justru ditemukan fakta sebaliknya. Dalam laporan terbaru yang dikirimkan Eyes on the Forest tersebut, salah satu perusahaan pemasok kayu untuk APP dan Sinar Mas Group menebangi hutan alam di konsesi PT Riau Indo Agropalma (RIA) di blok Kerumutan, yang merupakan habitat harimau Sumatera yang kini terancam punah.
Dari pengamatan yang dilakukan oleh pihak Eyes on the Forest ditemukan sejumlah ekskavator yang menebangi pohon di hutan alam di konsesi PT RIA tersebut. “Jika APP benar-benar serius dalam konservasi, para pembeli akan mengharapkan agar langkah prioritas APP adalah menghentikan semuanya, dan setiap tindakan penggundulan hutan dan pengembangannya,” ujar Aditya Bayunanda dari WWF-Indonesia.
“Pemasok ini telah menebangi hutan alam tersisa di konsesi mereka, di atas lahan gambut dalam di habitat harimau Sumatera tanpa adanya penilaian HCV, HCS dan gambut yang independen. Akankah kontraktor APP, TFT, sekali lagi mengklaim bahwa ini baru saja disetujui secara pribadi di belakang pintu tertutup sehingga ini bukanlah pelanggaran terhadap komitmen-komitmen APP?”
Hal senada juga diungkapkan oleh Moeslim Rasyid, dari Jikalahari. “Temuan-temuan ini membuktikan dengan jelas bahwa APP tidak melaksanakan komitmen yang dibuatnya,” ujar Moeslim Rasyid dari Jikalahari. “Pelanggaran-pelanggaran menunjukkan bahwa APP benar-benar tidak berkomitmen kepada konservasi dan kami khawatir jika kampany FCP hanyalah greenwashing lainnya kepada pasar dunia.”
Temuan baru ini juga menyeret The Forest Trust sebagai lembaga konsultan independen yang membantu Asia Pulp and Paper untuk melaksanakan Kebijakan Konservasi Hutan mereka. Hariansyah dari Walhi Riau menyatakan bahwa pihaknya tidak memercayai bahwa TFT adalah konsultan yang cukup independen. “Kami menyarankan orang untuk tidak percaya bahwa TFT adalah ‘pengamat independen’ seperti yang ingin dijual APP. Laporan kemajuan TFT tidak bisa dipercayai tanpa verifikasi independen yang sebenar-benarnya di lapangan.”
Sebelumnya, keraguan terhadap independensi TFT ini juga sempat disampaikan oleh Relawan Pemantau Hutan Kalimantan (RPHK), setelah pihak TFT menyatakan bahwa temuan tim RPHK terkait penebangan hutan alam di konsesi milik penyuplai APP tidak relevan.
Anton P. Widjaya, Direktur Eksekutif Kalbar beberapa waktu lalu mengatakan, apa yang disampaikan RPHK bukti konkret hasil investigasi lapangan. “Jadibaseline-nya sangat jelas. Kalau APP membantah dan tidak mengakui, itu hak mereka. Biarkan saja publik yang akan menilai,” katanya.
Dalam pandangan Anton, bantahan dan klaim APP melalui Tim Verifikasi Grievance sesungguhnya menjelaskan, sikap defensif mereka. Menganggap komitmen saat ini bisa menjawab seluruh persoalan yang ada. “Inisiatif perbaikan ke depan saja sudah menegaskan banyak hal. Belum lagi kalau kita melihat ke belakang, apa yang sudah mereka lakukan selama ini dalam merusak dan menghancurkan hutan-hutan alam di Indonesia.”
Sumber : Eyes on the Forest - MongabayIndonesia
0 komentar:
Post a Comment