Setelah melalui proses penelitian panjang sejak bulan November 2012 hingga 8 Mei 2013, akhirnya Profesor peneliti Kima raksasa (Giant Clam) dari Australia yaitu Professor John Lucas dari Centre for Marine Science School of Biological Sciences University of Queensland, Australia menyatakan bahwa kemungkinan 1 (satu) Spesis Kima yang di temukan di Konservasi Kima Toli Toli, Sulawesi Tenggara merupakan jenis Kima spesis baru.
Saat ini, ada 7 jenis spesis Kima di dunia yang dikenal dan kemungkinan akan bertambah menjadi 8 spesis dengan adanya kandidat spesis baru di perairan Toli-toli ini. Spesis Kima yang baru diteliti ini dinamakan Tridacna Kimaboe. Kimaboe merupakan gabungan bahasa yang berarti Kima – Boe, Boe adalah bahasa lokal suku Bajoe yang mendiami perairan Toli-toli berarti besar.
Kandidat spesis baru Kima ini ditemukan dalam lingkungan habitat konservasi taman laut Kima di Toli-toli. Penemuan ini merupakan sebuah berita yang menggembirakan dan sekaligus menjadi kebanggaan tersendiri bagi seluruh pengelola konservasi Kima Toli-toli. Hal ini membuktikan bahwa Konservasi Kima di Toli-toli bukan sekedar lahan konservasi biasa. Penelitian ilmiah yang dilakukan ahli Biologi Australia ini berpotensi mengangkat popularitas taman laut Toli-toli di mata dunia internasional.
Sejak pertama kali di buka pada tahun 2010, lahan konservasi taman laut Toli-toli hanya dipandang sebelah mata oleh pemerintah dan lembaga-lembaga penelitian ilmiah antara lain LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Hasil penelitian ilmiah John Lucas ini dipastikan bisa menempatkan taman laut konservasi Kima Toli-toli sebagai salah satu lahan konservasi biota laut yang patut diperhitungkan.
Uraian singkat hasil penelitian Prof. John Lucas menjelaskan bahwa spesies keluarga kima adalah bivalvia yang memiliki keunikan jaringan mantel dimana mereka mendapatkan banyak nutrisi. Mereka terkait dengan terumbu karang.
Spesies Kima yang diduga jenis baru ini, pertama kali ditemukan oleh Buduha. H.N, hasil temuannya ini kemudian dikirim ke Professor John Lucas di Australia karena LIPI tidak merespon hasil temuan tersebut. Ahli Biologi ini kemudian melakukan aktifitas penelitian spesies yang dikirim itu mulai pada bulan November 2012 hingga Mei 2013. Dari hasil penelitiannya, ia menyimpulkan bahwa spesies kima ini merupakan kandidat baru.
Kemungkinan ini terjadi disebabkan oleh proses alami di kawasan global keanekaragaman terumbu karang yang maksimum, di sekitar pulau Labengki, Sulawesi Tenggara. Jenis Kima ini ditaksir terbesar kedua dari jenis spesies kerang raksasa yang dikenal. Kelompok yang relatif kecil dari 20 kerang diukur memiliki panjang kerang maksimum 55,5 cm dan rata-rata 50 cm. Tidak ada ukuran kecil yang ditemukan dalam populasinya.
Ada perbedaan yang jelas antara spesies dari dua generasi tridacnid pada umumnya yakni Jubah Tridacna kimaboe tidak menonjol melebihi kerang lainnya dan berbagi sifat dengan Tridacna mbalavuna. Dalam hal lain, mirip dengan spesies Tridacna terakhir dalam subgenus T. Tridacna kimaboe, hampir seluruhnya tertutup oleh lapisan padat organisme berkapur.
Ada juga khas rusuk baik antara lipatan radial dan tidak teratur dengan corak merah muda-coklat di lipatan dekat umbos. Gigi kardinal dan alur yang kurang berkembang sehingga kerang ini mudah terkilir selama pengumpulan dan di lingkungan di mana ada saat air bergelombang. Mantel dan aperture incurrent yang khas. Selain tidak memanjang melebihi ukuran kerangnya, nampak lebarnya ketika kerang menyebar, warnanya pucat dan berbentuk baris memanjang baris.
Upaya untuk menemukan jenis Tridacna kimaboe di tempat lain pada wilayah sekitarnya, gagal. Dengan demikian tingkat distribusi geografisnya, benar-benar bisa diketahui. Semua kima raksasa yang dikembangkan di konservasi ini sudah terdaftar dalam lokasinya masing-masing, tapi jenis dari spesies yang baru ditemukan ini tidak biasa dan dikategorikan sangat langka karena ditemukan pada daerah di mana lokasinya tidak terdaftar sebagai lahan perlindungan dalam masyarakat pesisir.
Langkah-langkah untuk melestarikan jenis spesies kima yang baru ditemukan ini masih bersifat hipotetis karena pola distribusinya tidak diketahui. Maka dibutuhkan langkah-langkah resmi yang sangat penting untuk mendapatkan kerjasama dari masyarakat pesisir untuk mendukung pelaksanaan konservasinya.
0 komentar:
Post a Comment