Petisi; Selamatkan Pesut Mahakam dari Ancaman Kepunahan


Selamatkan Pesut Mahakam dari kebisingan ponton batu bara
Selamatkan Pesut Mahakam dari kebisingan ponton batu bara. Foto: Google

Selamatkan Pesut Mahakam dari kebisingan ponton batu bara

Pemberian ijin peningkatan produksi batubara dari 4 jt ton menjadi 20 jt ton serta pengangkutan lewat Sungai Kedang Kepala telah mengakibatkan terganggunya habitat Pesut Mahakam. Sungai Kedaung Kepala merupakan sungai kedua habitat utama Pesut Mahakam yang diduga terganggu oleh Bayan Resources.

Studi yang telah dilakukan oleh Yayasan Konservasi RASI (Rare Aquatic Species of Indonesia) dari tahun 1999 hingga sekarang menunjukkan bahwa populasi Pesut telah diambang kepunahan dengan jumlah populasi kurang dari 90 ekor! 

Studi juga menunjukkan bahwa tersisa 3 dari 5 anak sungai yang dulunya dapat dipergunakan oleh pesut tanpa gangguan ponton batubara (tapi untuk berapa lama, tidak ada yang tahu?!).  Anak-anak sungai ini dipergunakan pesut untuk mencari makan, bermain-main, kawin dan melahirkan. Sementara sungai Mahakam lebih banyak dipakai oleh pesut untuk berenang dari satu muara anak sungai ke muara anak sungai lainnya. Dikarenakan ponton mengeluarkan suara kebisingan yang melebihi 80 desibel dan sangat mengganggu pesut, maka pesut lebih memilih untuk menghindar dan tidak masuk anak sungai tersebut.

Suara bising tersebut dapat menghalau pantulan sonar pesut sehingga membuatnya sulit berorientasi dan dapat berkibat ditabrak ponton.  Apalagi untuk mencari makan, sudah tidak dapat dilakukan lagi.  Studi genetis juga telah membuktikan bahwa DNA pesut sudah berbeda secara signifikan dengan jenis terdekat yang berada di pesisir seperti muara Mahakam, Teluk Balikpapan dan daerah atau negara lainnya dan ada wacana untuk menggantikan nama Orcaella brevirostris dengan Orcaella mahakamensis.  Ironisnya pada saat pesut sudah lebih banyak dikenal dan disayangi oleh publik umum, tantangan menghadapi ancaman malah bertambah lebih banyak oleh kebijakan pemerintah yang tidak mendukung upaya kelestariannya.

Bukannya menghentikan, gubernur malah memberi ijin peningkatan produksi batubara pada PT. Bara Tabang menjadi 20 jt ton secara bertahap, tahun pertama 4 jt, kedua 8 jt dan ketiga 15 jt.

Kenyataannya, tahun 2016 ini ijin produksi masih 4 jt ton/tahun, namun melihat banyaknya ponton yang hilir mudik di sungai kedang kepala siapa yang bisa menjamin bahwa jumlah produksi tidak lebih dari itu? Menurut informasi dari masyarakat, belasan ponton beroperasi tiap harinya, bahkan lebih banyak dari sebelum petisi ini digaungkan, jadi apa benar secara bertahap, atau hanya untuk mengelabui masyarakat saja?

Alasan peningkatan produksi karena instruksi Pemerintah Pusat bahwa dalam MP3EI Kalimantan adalah koridor energi dan Kaltim kebagian “jatah” menghidupi atau menghasilkan 10.000 MW (tidak semua untuk Kaltim) dari total 30.000 MW, apa lagi kalau bukan dari PLTGU berbahan bakar batubara.

Oleh karena itu, walaupun harga batubara dipasaran dunia anjlok, tetap saja perusahaan dapat untung dengan menjual dipasaran domestik, karena program pemerintah dipakai sebagai argumen.

Kenapa tidak difikirkan sumber energi terbarukan, seperti yang berasal dari angin, matahari, air, arus, dsb?  Apa karena kurang menguntungkan dari segi “pendapatan” pribadi?

Di lain sisi, keberadaan Pesut Mahakam terus menerus diganggu oleh penguasa, sebagai salah satu satwa terlangka di Indonesia dan dunia, sudah menjadi kewajiban bersama bagi kita untuk benar-benar menjaganya, bukan sekedar lip service untuk memenangkan hati demonstran, kemudian dikhianati tak lama kemudian?

Apakah kerakusan akan membuat Pesut Mahakam punah?  Setelah batubara habis, apa yang tersisa bagi generasi penerus?  Kalimantan menjadi tidak lebih baik dari permukaan bulan, banyak lubang, gersang, dan akhirnya menjadi gurun pasir dimana anak cucu kita tidak akan bisa hidup layak.

Mari selamatkan Kalimantan, flora fauna Borneo, demi anak cucu dan menandatangani petisi ini untuk memohon transport ponton di anak-anak sungai Mahakam dihentikan.  Anda juga dapat tweet link petisi ini ke @jokowi, @bravonur, dan @susipudjiastuti dengan permohonan perhatian satwa endemik Kalimantan ini.

Petisi ini dibuat oleh Yayasan Konservasi RASI 

Petisi; Selamatkan Pesut Mahakam dari kebisingan ponton batu bara ditujukan kepada: 
> Presiden RI Jokowi
> Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Siti Nurbaya)
> Kementerian Kelautan dan Perikanan (Susi Pudjiastuti)
> Gubernur Kalimantan Timur (Awang Faroek Ishak)

Tandatangani petisi ini di Change.org [klik disini] 


Selamatkan Pesut Mahakam dari Ancaman Kepunahan
Kondisi Pesut Mahakam (Orcaella brevirostris) kian memprihatinkan, terbukti kini sangat sulit melihat satwa langka ini di habitatnya. Padahal awal 1990-an masih sering terlihat saat pagi dan petang hari. Itu menandakan mamalia ini kian terdesak, namun komitmen Pemda dipertanyakan karena tampaknya lebih perduli membangun tugu pesut ketimbang menyelamatkannya, terlihat dari dana APBD setiap tahun dalam upaya penyelamatan habitatnya tidak terlihat.
(Iskandar Datu/ANTARA)

Pesut Mahakam Fauna Identitas Provinsi Kalimantan Timur

Pesut atau lumba-lumba air tawar adalah spesies mamalia air yang menghuni wilayah perairan tawar di India, Indocina, Filipina dan Kalimantan. Tidak ada catatan fosil. Pesut pertama kali dideskripsikan oleh Sir Richard Owen tahun 1866 berdasarkan satu spesiemen yang ditemukan tahun 1852, di pelabuhan Vishakhapatnum di pantai timur India. Pesut adalah salah satu spesies dari genus Orcaella. Kadang-kadang pesut terdaftar dalam beragam famili yang terdiri dari ia sendiri dan pada Monodontidae dan dalam Delphinapteridae. Sekarang ada persetujuan bahwa pesut termasuk famili Delphinidae.

Secara genetis, pesut berhubungan dekat dengan paus pembunuh. Nama spesies brevirostris berasal dari bahasa Latin yang berarti berparuh pendek. Tahun 2005, analisis genetik menunjukkan bahwa lumba-lumba sirip pendek Australia merupakan spesies kedua dari genus Orcaella.

Seluruh tubuh berwarna kelabu hingga biru tua, bagian bawahnya berwarna lebih pucat. Tidak ada pola yang khas. Sirip punggung kecil dan membulat di tengah punggung. Dahinya tinggi dan membulat; tidak bermoncong. Sirip tangan lebar membulat. Spesies di Kalimantan yang mirip adalah Porpoise tak bersirip, Neophocaena phocaenoides, mirip tapi tidak punya sirip punggung: lumba-lumba bungkuk, Sausa chinensis, lebih besar, moncong lebih panjang dan sirip punggung lebih besar.

Dalam berbagai bahasa Orcaella brevirostris (nama Latin) adalah: Inggris: Irrawaddy dolphin, Dialek lokal Chilika: Baslnyya Magaratau Bhuasuni Magar (lumba-lumba penghasil minyak), Oriya: Khem dan Khera, Perancis: Orcelle, Spanyol: Delfín del Irrawaddy, Jerman: Irrawadi Delphin, Burma: Labai, Indonesia: Pesut, Melayu: Lumbalumba, Khmer: Ph’sout, Lao: Pha’ka and Filipino: Lampasut. Dalam bahasa Thai, salah satu namanya adalah pía loma hooa baht, karena kepalanya yang membundar dianggap menyerupai mangkuk rahib Budhha, hooa baht.

Penampilan pesut mirip dengan beluga, meski lebih berkerabat dengan orka. Spesies ini mempunyai melon (jaringan berlemak dan berminyak di kepala). Moncongnya tidak khas. Sirip punggung yang terletak dua pertiga posterior di punggung, pendek, tumpul, dan segitiga. Sirip tangan panjang dan lebar. Secara keseluruhan ia berwarna cerah, namun lebih putih di bawah tubuh daripada di punggung. Pesut dewasa beratnya lebih dari 130 kg dan panjangnya 2,3 m psaat dewasa. Panjang maksimum yang tercatat adalah jantan 2,75 m dari Thailand.

Lumba-lumba ini dianggap mencapai kedewasaan seksual pada 7 sampai 9 tahun. Di belahan bumi utara, perkawinan dilaporkan berlangsung pada bulan Desember sampai Juni. Masa hamilnya 14 bulan, melahirkan seekor anak setiap 2 hingga 3 tahun. Saat lahir panjangnya 1 m dan beratnya 10 kg. Anak itu disapih setelah berumur dua tahun. Umur pesut dapat mencapai 30 tahun.

Sumber: DhanyInfo.net

Selamatkan Pesut Mahakam dari Ancaman Kepunahan
Kampanye pelestarian Pesut Mahakam dalam rangka memperingati hari Lumba-lumba air tawar sedunia, Oktober 2014 silam. Sumber: Google

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment