WALHI: Sulawesi Utara Perlu Kembali Melihat Bahari Sebagai Akar Budaya dan Pondasi Ekonomi Lokal

“Cinta Sulawesi Utara, Cinta Bahari”
 
pesona bahari sulawesi utara
Pesona bahari Sulawesi Utara. Foto: Yuris Triawan
Provinsi Sulawesi Utara sejak dahulu disebut sebagai salah satu wilayah bahari dengan panjang garis pantai kurang lebih 1.837 Km.  Sejarah panjang Sulawesi Utara dengan budaya bahari hampir tidak terbantahkan.
 
Beberapa pusat-pusat pemerintahan dari 15 Kabupaten/Kota di Sulawesi Utara berada di wilayah pesisir. Dengan demikian arah kebijakan pembangunan mengandalkan infrastruktur perikanan dan perhubungan laut. Termasuk penggalian potensi-potensi pendapatan daerah sangat menggantungkan pada sumber-sumber daya nelayan dan sumber daya alam laut.
 
Kendati demikian andalan potensi Sulawesi Utara, saat ini masih diperhadapkan dengan permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi oleh nelayan seperti: produksi tangkapan yang masih belum dioptimalkan, dengan sumber alam lautnya yang berlimpah sektor tersebut justru luput dari perhatian, keamanan wilayah tangkap belum memadai sehingga terjadi illegal fishing oleh pihak-pihak asing, kerusakan kawasan hutan mangrove sebagai sumber perpijahan ikan dikonversi menjadi wilayah industry yang tidak berhubungan langsung dengan potensi perikanan dan kelautan serta reklamasi pantai yang tidak mengacu pada fungsi ekologi dan tidak terpenuhinya kebutuhan BBM dengan harga terjangkau yang mampu menyokong mobilitas produksi yang tinggi bagi nelayan.
 
WALHI Sulawesi Utara menemukan fakta dilapangan, isu pesisir dan laut dalam kebijakan pembangunannya justru menyingkirkan kearifan lokal masyarakat yang mendiami wilayah pesisir. Kebijakan pesisir ini dapat kita lihat dari reklamasi dipesisir kota Manado. Kebijakan lain yang masih “Panas” dibicarakan yakni wilayah Pulau Bangka di Kab. Minahasa Utara, dimana kehidupan masyarakat nelayan disana terancam dengan kebijakan pemerintah yang menjadikan pulau Bangka sebagai wilayah pertambangan”, demikian tutur Anggelin A. Palit Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Utara.
 
Anggelin A. Palit
Direktur Eksekutif WALHI Sulut Anggelin A. Palit. Foto: fb
WALHI Sulawesi Utara menilai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut menjadi tidak produktif terkait dengan kebijakan lain yang telah dikeluarkan sebelumnya. Sulawesi Utara mengedepankan pembangunan perekonomiannya berbasis perikanan dan kelautan. Dimana kegiatan pertambangan dan reklamasi telah mengabaikan kemampuan pengembangan ekonomi yang tumbuh secara arif di masyarakat, selama ini secara signifikan menunjang perekonomian daerah maupun nasional.
 
Edo Rakhman, Ketua Dewan Daerah WALHI Sulawesi Utara menyatakan; “Sehubungan dengan pengabaian atas hak-hak sosial, ekonomi dan budaya oleh Negara dalam hal ini pemerintah, WALHI telah mengajukan gugatan organisasi yang ditujukan kepada Bupati Minahasa Utara di PTUN Manado bulan Juli 2012, agar kebijakan tersebut yang merugikan masyarakat nelayan dan wilayah produksi tangkap segera untuk dibatalkan. Hal ini terkait dikeluarkannya Keputusan Bupati Minahasa Utara Nomor: 152 Tahun 2012 tentang Perpanjangan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Ekplorasi kepada PT. Mikgro Metal Perdana di Pulau Bangka Kecamatan Likupang Timur Kabupaten Minahasa Utara.”
 
Karena sangat krusial persoalan pengabaian hak-hak masyarakat nelayan ini, WALHI Sulawesi Utara prihatin atas kondisi nelayan-nelayan tradisional di propinsi ini dan mendesak pemerintah untuk segera memperbaiki kesalahan-kesalahannya dalam mengurus rakyat Sulawesi Utara.  Minimnya dukungan dari pemerintah daerah di Sulawesi Utara kepada nelayan tradisional mengakibatkan menguapnya potensi pendapatan dari sector kelautan. Dengan sejarah panjang kemaritiman di Sulawesi Utara, harusnya strategi pembangunan di propinsi ini mengarah pada optimalisasi potensi laut non migas dan mineral.  SELESAI
 
 
Kontak Person :
Anggelin A. Palit, Direktur Eksekutif WALHI Sulawesi Utara (085281384085)
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Post a Comment